Jumat, 17 Oktober 2014

Analisis peliputan berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dimedia cetak maupun media televisi.

 1. Media Cetak
Selama ini surat kabar Lampu Hijau seringkali menurunkan pemberitaan yang menonjolkan kata-kata, kalimat, foto yang vulgar dan sensasional. Harian ini memiliki ciri khas penulisan judul headline berita utama dengan menggunakan ukuran huruf yang besar dan mencolok perhatian. Lampu Hijau seringkali menyajikan berita terutama mengenai kejahatan khususnya kekerasan seksual dengan gaya standar penulisan mereka sendiri. Jurnalis dalam penyajian beritanya diposisikan sebagai saksi mata peristiwa.
Posisi perempuan seringkali dianggap remeh dalam pemberitaan kekerasan seksual, meskipun sebagai korban. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa dan konsep yang digunakan dalam permberitaan mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan yang cenderung dapat melahirkan bahasa yang tidak sopan. Pada kasus perkosaan dan pelecehan seksual seringkali jurnalis mengganti dengan kata-kata bias gender seperti menggagahi, minta dilayani, menodai, melampiaskan hawa nafsu.
Dalam Kode Etik Jurnalistik sebenarnya telah ada pasal yang mengatur mengenai pemberitaan kekerasan seksual terhadap perempuan. Hanya saja permasalahannya yaitu apakah koran Lampu Hijau menerapkan pedoman tersebut dalam pemberitaannya terutama mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan. Terlihat bahwa masih terdapat berita – berita terutama kekerasan seksual terhadap perempuan yang belum memperhatikan etika jurnalistik terutama yang terkait dengan aspek berita berimbang dan tidak menghakimi, isi pemberitaan, identitas korban kekerasan seksual, hak melindungi narasumber dan berita tidak berdasarkan prasangka atau diskriminasi.
- Analisis
Kode Etik Jurnalistik adalah “himpunan etika profesi kewartawanan” (Dewan Pers, 2006:4).
Berdasarkan keterangan Dewan Pers, dapat disimpulkan bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah Etika profesi kewartawanan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan Kode Etik Jurnalistik adalah suatu pedoman yang harus dimiliki oleh seorang wartawan dalam menjalankan profesinya, sehingga dapat menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan.
Bahwa penerapan Kode Etik Jurnalistik adalah wartawan harus melakukan atau mempraktikan sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu surat kabar ke surat kabar lainnya. Namun secara umum, Kode Etik Jurnalistik berisi hal-hal yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
Dikutip isi Kode Etik Jurnalistik pasal 4 karena telah disepakati oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia sebagai berikut:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
           
 Penafsiran
a.     Bohong, berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.     Fitnah, berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.      Sadis, berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.     Cabul, berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.     Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Berikut definisinya, yakni:
a.     Bohong 
Bohong menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto,1998:103), adalah “tidak sesuai dengan bukti dan kebenaran, tidak sesuai dengan kenyataan, dusta; palsu, bukan asli. 
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat bohong adalah berita yang dianggap tidak sesuai dengan bukti dan keaadaan yang sebenarnya. Seorang wartawan memasukkan sebuah fakta rekayasa hanya karena untuk melengkapi sebuah berita yang akan disebarkan kepada masyarakat.
b.     Fitnah
Fitnah menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:188), adalah “pembicaraan yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan pribadi orang lain tanpa adanya suatu bukti; tuduhan buruk yang dikarang-karang atas seseorang”.
     Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat fitnah adalah berita yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan orang lain tanpa adanya suatu bukti atau kebenaran.
c.      Sadis
Sadis menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:485) adalah “kejam; terlalu yang kejam/bengis; perlakuan melebihi kejahatan manusia pada umumnya terhadap orang lain”.
     Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat sadis adalah pemberitaan yang isinya sangat kejam melebihi kejahatan manusia pada umumnya terhadap orang lain.
d.     Cabul 
Cabul menurut kamus Bahasa Indonesia adalah keji dan kotor, porno, perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdiknas, Cabul adalah keji dan kotor; tidak senonoh; sangat menjijikan (melanggar kesopanan, kesusilaan).
     Dari uraian di atas, kesimpulannya berita yang bersifat cabul adalah pemberitaan yang didalamnya terdapat kata-kata yang porno ataupun perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Kata-katanya dianggap vulgar untuk dibaca oleh masyarakat.
2. Media Televisi
Pada awal kemunculannya, media berfungsi mulia, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai keagamaan yang menjadi landasan moral hidup bermasyarakat hingga sekarang. Seiring perkembangan zaman, fungsi lain ditemukan, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan informasi. Waktu berlalu dan penyebaran informasi yang tadinya hanya satu arah berkembang menjadi dua arah, konsumen media dapat memberikan feedback. Media lalu tumbuh menjadi industri. Kini, ukuran kesuksesan sebuah media dalam industri adalah kuota iklan, rating dan share. Pada masa inilah, muncul penyimpangan dalam dunia media,dunia jurnalistik.
Untuk memperoleh kuota iklan, rating, dan share yang baik, media seringkali melakukan hal yang berlebihan. Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat pengiklan dan konsumen media. Sebagai upaya mencegah terjadinya penyimpangan dalam dunia jurnalistik, dibentuklah sebuah Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Saya akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang melanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.
Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali.

Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.

Rabu, 08 Oktober 2014

Stereotip Dalam Etika dan Filsafat Komunikasi


Filsafat Komunikasi

FILSAFAT KOMUNIKASI adalah “SUATU DISIPLIN YANG MENELAAH PEMAHAMAN SECARA FUNDAMENTAL, METODOLOGIS, SISTEMATIS, ANALITIS KRITIS, DAN HOLISTIS TEORI DARI PROSES KOMUNIKASI YANG MELIPUTI SEGALA DIMENSI”, Menurut :
• Bidangnya;
• Sifatnya;
• Tatanannya;
• Tujuannya;
• Fungsinya;
• Tekniknya; dan
• Metodenya

Tujuan Komunikasi :
a. Mengubah Sikap (to change the attitude)
b. Mengubah Opinin (to change the opinion)
c. Mengubah Perilaku (to change the behavior)
d. Mengubah Masyarakat (to change the society)
Fungsi Komunikasi :
a. Menginformasikan (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
Teknik Komunikasi :
a. Komunikasi Informatif
b. Komunikasi Persuasif
c. Komunikasi Pervasif
d.Komunikasi Koersif
e. Komunikasi Instruktif
Etika, Nilai dan Norma
Dua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma :
Pertama, Etika Deskriptif;
Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.
Kedua, Etika Normatif;
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Bedanya dari kedua macam etika :
Etika Deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedangkan Etika Normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Jadi dapat dikatakan bahwa etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
• Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari.
• Etika membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan nilai yang terjelma dalam sikap dan perilaku kita yang sangat mewarnai dan menentukan makna kehidupan kita.
diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:39 3 Komentar
Pengantar dan Pengertian Etika
Teori-teori Etika yang akan dibahas dapat menentukan sikap setiap pelaku komunikasi dalam mengambil tindakannya. Diharapkan dengan memahami beberapa teori etika ini setiap pelaku komunikasi bisa mengambil sikapnya sendiri berdasarkan teori-teori etika, dan sebaliknya kita pun bisa memahami mengapa seseorang bertindak
begitu atau begini.
Pengertian Etika :

• ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan.
• Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :
• Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk :Petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
• Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
• Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
• Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
• Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya, moralitas langsung mengatakan kepada kita :
“Inilah caranya Anda harus melangkah”,
Sedangkan etika justru mempersoalkan:
“Apakah saya harus melangkah dengan cara itu” ?
Etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu. Karena Etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru), melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu.Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom.Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.

 STEREOTIP DALAM ETIKA KOMUNIKASI

stereotip adalah kepercayaan publik yang diselenggarakan umum tentang kelompok sosial tertentu atau jenis individu. Konsep "stereotipe" dan " prasangka "sering bingung dengan banyak arti yang berbeda lainnya. Stereotip yang dibakukan dan konsep-konsep yang disederhanakan dari kelompok berdasarkan beberapa asumsi sebelumnya. Secara umum, stereotip tidak didasarkan pada kebenaran obyektif melainkan subjektif dan kadang-kadang kandungan bahan-diverifikasi.

Walter Lipman (Jurnalis AS) memetaforakan stereotip sebagai ‘picture in our head’.

Pada saat terjadinya transmisi komunikasi dalam media, pada saat yang sama media mentransmisikan nilai-nilai baik/buruk dan nilai budaya.

Apa yang meyebabkan stereotip itu terjadi ? Louis Alvin Day (2006):
1. Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis & berita).
2. Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang menjadi semacam testimoni/pembuktian.
Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk menyampaikan sebuah kebenaran.
3. Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat eksis dalam sebuah entitas budaya.

Edward hall & Samovar :

Ada 3 hal yang dapat menghalangi munculnya persoalan stereotip :
1. Deontologi, (Immanuel Kant) ; Agama, Filsafat, yang bertujuan mencapai kebenaran.
Sebuah cara ortodoks manusia untuk memahami kehidupan sosial kembali kepada agama (keshalehan individual).
2. Teleologis ; konsep-konsep kearifan lokal
Menekankan pada konsekuensi dari sebuah keputusan, dan cara ini tidak melihat motif penyampaian pesan. Bukan hanya semata-mata dorongan moral (deontologis) tetapi manusia dipandang sebagai pemegang otoritas moral sekalipun ia tidak beragama dan tidak mempunyai filsafat.
3. Pendekatan Golden Mean, dalam hal ini seseorang harus menilai internal dirinya sama bagusnya dengan menilai orang lain. Ada keseimbangan antara individu secara internal & individu lain secara eksternal yang sifatnya sejajar (egaliter). Sehingga tidak memunculkan etika ekslusif.
4. Media literacy, suatu konsep yang dapat memilih secara cerdas pesan-pesan komunikasi & menularkan hal-hal yang baik pada orang lain.

ETIKA DALAM KONFLIK KEPENTINGAN

Menghindari konflik kepentingan dalam media dengan standar-standar sbb:
1. Newsworthiness (nilai berita)
2. Etika jurnalistik : membedakan antara fakta dan opini, antara realitas dan faktual.
Gratifikasi dlm jurnalistik:
- prequisites (tambahan penghasilan)
- freebies (gratisan)

Postulat Brent D. Ruben (1982) :
1. Komunikasi kepentingan
2. Komunikasi transaksi, jika tidak terjadi transaksi, komunikasi yang dilakukan hanya sia-sia (wasting time).


ISU NEOLIBERALISME DALAM MEDIA MASSA

Neoliberalisme merupakan suatu pendekatan kebijakan dan sosial ekonomi yang didasarkan pada teori ekonomi neoklasik yang meminimalkan peran negara dan memaksimalkan sektor bisnis swasta.
Istilah "neoliberalisme" juga telah digunakan secara luas dalam kajian budaya untuk menggambarkan sebuah paradigma ideologis internasional yang berlaku yang mengarah pada praktek-praktek sosial, budaya, dan politik dan kebijakan yang menggunakan bahasa pasar, efisiensi, pilihan konsumen, berpikir transaksional dan otonomi individu mengalihkan risiko dari pemerintah dan perusahaan ke perorangan dan untuk memperpanjang semacam ini logika pasar ke dunia dan afektif hubungan sosial.

3 karakteristik/ciri-ciri adanya neoliberalisme dalam media massa :
1. Perusahaan-perusahaan multinasional corporation, sebuah kepemilikan institusi internasional.
2. Pengaruh rezim atau otoritas keuangan internasional.
Ex: World Bank & IMF (berpengaruh pada kebijakan moneter & fiskal yang mempengaruhi eksistensi media)
3. Teknologi Komunikasi & Informasi (ICT) yang digunakan secara massive.

Dampak neolib :
1. Intrusi Budaya/pendangkalan budaya ; entitas budaya yg terdiri dari subkultur budaya.
2. Merger antar media
3. Akuisisi ; pembelian saham mayoritas
4. Otonomi budaya lokal, termasuk sastra.