1.
Media Cetak
Selama ini surat kabar Lampu Hijau seringkali menurunkan
pemberitaan yang menonjolkan kata-kata, kalimat, foto yang vulgar dan
sensasional. Harian ini memiliki ciri khas penulisan judul headline berita utama dengan menggunakan ukuran huruf yang besar dan
mencolok perhatian. Lampu Hijau seringkali menyajikan berita terutama mengenai
kejahatan khususnya kekerasan seksual dengan gaya standar penulisan mereka
sendiri. Jurnalis dalam penyajian beritanya diposisikan sebagai saksi mata
peristiwa.
Posisi perempuan seringkali dianggap remeh dalam pemberitaan
kekerasan seksual, meskipun sebagai korban. Hal ini dapat dilihat dari
perbedaan bahasa dan konsep yang digunakan dalam permberitaan mengenai
kekerasan seksual terhadap perempuan yang cenderung dapat melahirkan bahasa
yang tidak sopan. Pada kasus perkosaan dan pelecehan seksual seringkali
jurnalis mengganti dengan kata-kata bias gender seperti menggagahi, minta
dilayani, menodai, melampiaskan
hawa nafsu.
Dalam Kode Etik Jurnalistik sebenarnya telah ada pasal yang
mengatur mengenai pemberitaan kekerasan seksual terhadap perempuan. Hanya saja
permasalahannya yaitu apakah koran Lampu Hijau menerapkan pedoman tersebut
dalam pemberitaannya terutama mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan. Terlihat bahwa masih terdapat berita – berita terutama
kekerasan seksual terhadap perempuan yang belum memperhatikan etika jurnalistik
terutama yang terkait dengan aspek berita berimbang dan tidak menghakimi, isi
pemberitaan, identitas korban kekerasan seksual, hak melindungi narasumber dan
berita tidak berdasarkan prasangka atau diskriminasi.
-
Analisis
Kode Etik Jurnalistik adalah “himpunan etika profesi
kewartawanan” (Dewan Pers, 2006:4).
Berdasarkan keterangan Dewan Pers, dapat disimpulkan
bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah Etika profesi kewartawanan.
Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan Kode Etik Jurnalistik adalah suatu
pedoman yang harus dimiliki oleh seorang wartawan dalam menjalankan profesinya,
sehingga dapat menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana
yang tidak boleh dilakukan.
Bahwa penerapan
Kode Etik Jurnalistik adalah wartawan harus melakukan atau mempraktikan sesuai
aturan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik
Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu
surat kabar ke surat kabar lainnya. Namun secara umum, Kode Etik Jurnalistik
berisi hal-hal yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan
kepada publik pembacanya.
Dikutip isi Kode Etik Jurnalistik pasal 4 karena telah disepakati oleh 29
organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia sebagai berikut:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.
Bohong, berarti
sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.
Fitnah, berarti
tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.
Sadis, berarti kejam
dan tidak mengenal belas kasihan.
d.
Cabul, berarti
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.
Dalam penyiaran
gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan
suara.
Berikut definisinya,
yakni:
a.
Bohong
Bohong menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto,1998:103), adalah
“tidak sesuai dengan bukti dan kebenaran, tidak sesuai dengan kenyataan, dusta;
palsu, bukan asli.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat bohong
adalah berita yang dianggap tidak sesuai dengan bukti dan keaadaan yang
sebenarnya. Seorang wartawan memasukkan sebuah fakta rekayasa hanya karena
untuk melengkapi sebuah berita yang akan disebarkan kepada masyarakat.
b.
Fitnah
Fitnah menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:188), adalah
“pembicaraan yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan pribadi orang
lain tanpa adanya suatu bukti; tuduhan buruk yang dikarang-karang atas
seseorang”.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat fitnah
adalah berita yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan orang lain tanpa
adanya suatu bukti atau kebenaran.
c.
Sadis
Sadis menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:485)
adalah “kejam; terlalu yang kejam/bengis; perlakuan melebihi kejahatan manusia
pada umumnya terhadap orang lain”.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat sadis
adalah pemberitaan yang isinya sangat kejam melebihi kejahatan manusia pada
umumnya terhadap orang lain.
d.
Cabul
Cabul menurut kamus Bahasa Indonesia adalah keji dan kotor, porno,
perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Depdiknas, Cabul adalah keji dan kotor; tidak senonoh; sangat menjijikan (melanggar
kesopanan, kesusilaan).
Dari uraian di atas, kesimpulannya berita yang bersifat cabul adalah
pemberitaan yang didalamnya terdapat kata-kata yang porno ataupun perbuatan
buruk melanggar kesusilaan. Kata-katanya dianggap vulgar untuk dibaca oleh
masyarakat.
2. Media
Televisi
Pada awal kemunculannya, media
berfungsi mulia, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai keagamaan
yang menjadi landasan moral hidup bermasyarakat hingga sekarang. Seiring
perkembangan zaman, fungsi lain ditemukan, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan
informasi. Waktu berlalu dan penyebaran informasi yang tadinya hanya satu arah
berkembang menjadi dua arah, konsumen media dapat memberikan feedback. Media
lalu tumbuh menjadi industri. Kini, ukuran kesuksesan sebuah media dalam
industri adalah kuota iklan, rating dan share. Pada masa inilah, muncul penyimpangan
dalam dunia media,dunia jurnalistik.
Untuk memperoleh kuota iklan,
rating, dan share yang baik, media seringkali melakukan hal yang berlebihan.
Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat pengiklan dan konsumen media.
Sebagai upaya mencegah terjadinya penyimpangan dalam dunia jurnalistik,
dibentuklah sebuah Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Saya akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang melanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.
Saya akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang melanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.
Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.