Fenomena cyber media semakin marak
berkembang. Salah satu bentuk media yang mensyaratkan nilai aktualitas
yang tinggi dan kemudahan dalam akses informasi ini mendapatkan banyak
tanggapan dari para pemerhati media, pun akademisi yang hendak terjun
dalam dunia jurnalisme. Fenomena ini seakan menjadi salah satu tuntutan
bagi para mahasiswa jurnalistik untuk dapat mengikuti perkembangan dunia
media itu sendiri.
Cyber media sebagai suatu fenomena tidak dapat dipandang dari satu sisi saja. Cyber media melahirkan banyak pengaruh, salah satunya adalah merebaknya citizen journalism atau jurnalisme sipil. Perkembangan cyber media memberikan
ruang bagi masyarakat umum untuk turut serta meramaikan dunia
jurnalistik dengan membuat artikel, menyampaikan opini, dan sebagainya.
Banyak dari media-media nasional maupun lokal yang memberikan wadah bagi
khalayak untuk menulis berita maupun artikel tertentu. Salah satunya
adalah kompasiana.com, produk cyber media milik surat harian Kompas yang berisi tulisan-tulisan pembacanya.
Namun perkembangan cyber media ini belum ditanggapi serius
oleh pemerintah. Tidak adanya regulasi resmi yang membuat
ketentuan-ketentuan terkait jurnalisme online, termasuk citizen journalism,
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dengan serius. Sebab, tanpa
adanya kebijakan-kebijakan tertentu, jurnalisme online dapat
menghasilkan perlanggaran-pelanggaran jurnalistik, terutama pelanggaran
terhadap kode etik jurnalisme. Seiring perkembangan cyber media, sudah seharusnya pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membuat perkembangan tersebut berjalan secara teratur.
Fenomena cyber media atau jurnalisme online tentu merupakan
suatu hal yang baru bagi masyarakat. Turut berkecimpungnya masyarakat
sebagai jurnalisme sipil yang tentunya memiliki sedikit pengetahuan akan
dunia jurnalistik menjadi salah satu hal yang cukup meresahkan. Citizen journalism
(dapat) sarat akan propaganda sebagai akibat subyektifitas penulisan
oleh masyarakat. Susahnya masyarakat membedakan jurnalisme profesional
dengan jurnalisme sipil dapat mempengaruhi khalayak pembaca
produk-produk citizen journalism yang sarat akan provokasi. Perlu
diingat, media memiliki kekuatan untuk memediasi konflik sekaligus
meruncing konflik itu sendiri. Hal ini tentu sangat sulit disadari oleh
masyarakat umum, terutama bagi mereka yang mudah dipengaruhi media.
Menanggapi hal tersebut, sudah menjadi keharusan adanya literasi
media bagi khalayak. Hal ini dapat mengurangi dampak negatif dari dunia citizen journalism yang sarat akan tumpulnya pemahaman terhadap kode etik jurnalistik. Selain itu dapat mengurangi kecenderungan penyalahgunaan citizen journalism itu sendiri. Dengan adanya literasi media, masyarakat dapat menjadi cerdas dalam menanggapi konten-konten cyber media.
Itulah beberapa fakta yang mencuat bersamaan dengan lahirnya cyber media.
Fakta-fakta tersebut akan terus berkembang dan sudah menjadi tanggung
jawab mahasiswa jurnalistik untuk dapat mengikuti perkembangannya. Oleh
karena itu, mahasiswa jurnalistik harus belajar untuk menjadi jurnalis
yang komplit. Tidak hanya menguasai ilmu jurnalisme, mahasiswa juga
harus memperluas wawasan dan jaringan agar dapat memberikan informasi
teraktual sebagai kebutuhan masyarakat. Selain itu, penguasaan teknologi
menjadi hal yang wajib dimiliki. Mahasiswa jurnalistik perlu merombak
idealismenya sebagai seorang calon jurnalis dengan selalu menanamkan
esensi jurnalisme dan mewujudkannya dalam setiap karya jurnalistiknya.
Apabila hal tersebut sudah mulai dapat diwujudkan, alangkah baiknya
jika media juga melakukan gerakan sebagai bentuk literasi media.
Pembelajaran tentang industri media, persaingan antar media, dan
substansi media yang selalu memiliki kepentingan dianggap merupakan hal
yang perlu dipahami masyarakat. Media juga dapat merangkul masyarakat
untuk turut mengembangkan citizen journalism yang bebas dan bertanggung jawab. Itu semua menjadi penting agar perkembangan cyber media tidak menyesatkan masyarakat.
Himynameisalam
Rabu, 17 Desember 2014
Jumat, 17 Oktober 2014
Analisis peliputan berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dimedia cetak maupun media televisi.
1.
Media Cetak
Selama ini surat kabar Lampu Hijau seringkali menurunkan
pemberitaan yang menonjolkan kata-kata, kalimat, foto yang vulgar dan
sensasional. Harian ini memiliki ciri khas penulisan judul headline berita utama dengan menggunakan ukuran huruf yang besar dan
mencolok perhatian. Lampu Hijau seringkali menyajikan berita terutama mengenai
kejahatan khususnya kekerasan seksual dengan gaya standar penulisan mereka
sendiri. Jurnalis dalam penyajian beritanya diposisikan sebagai saksi mata
peristiwa.
Posisi perempuan seringkali dianggap remeh dalam pemberitaan
kekerasan seksual, meskipun sebagai korban. Hal ini dapat dilihat dari
perbedaan bahasa dan konsep yang digunakan dalam permberitaan mengenai
kekerasan seksual terhadap perempuan yang cenderung dapat melahirkan bahasa
yang tidak sopan. Pada kasus perkosaan dan pelecehan seksual seringkali
jurnalis mengganti dengan kata-kata bias gender seperti menggagahi, minta
dilayani, menodai, melampiaskan
hawa nafsu.
Dalam Kode Etik Jurnalistik sebenarnya telah ada pasal yang
mengatur mengenai pemberitaan kekerasan seksual terhadap perempuan. Hanya saja
permasalahannya yaitu apakah koran Lampu Hijau menerapkan pedoman tersebut
dalam pemberitaannya terutama mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan. Terlihat bahwa masih terdapat berita – berita terutama
kekerasan seksual terhadap perempuan yang belum memperhatikan etika jurnalistik
terutama yang terkait dengan aspek berita berimbang dan tidak menghakimi, isi
pemberitaan, identitas korban kekerasan seksual, hak melindungi narasumber dan
berita tidak berdasarkan prasangka atau diskriminasi.
-
Analisis
Kode Etik Jurnalistik adalah “himpunan etika profesi
kewartawanan” (Dewan Pers, 2006:4).
Berdasarkan keterangan Dewan Pers, dapat disimpulkan
bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah Etika profesi kewartawanan.
Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan Kode Etik Jurnalistik adalah suatu
pedoman yang harus dimiliki oleh seorang wartawan dalam menjalankan profesinya,
sehingga dapat menunjukkan hal-hal yang mana yang harus dilakukan dan yang mana
yang tidak boleh dilakukan.
Bahwa penerapan
Kode Etik Jurnalistik adalah wartawan harus melakukan atau mempraktikan sesuai
aturan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik
Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu
surat kabar ke surat kabar lainnya. Namun secara umum, Kode Etik Jurnalistik
berisi hal-hal yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan
kepada publik pembacanya.
Dikutip isi Kode Etik Jurnalistik pasal 4 karena telah disepakati oleh 29
organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia sebagai berikut:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.
Bohong, berarti
sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.
Fitnah, berarti
tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.
Sadis, berarti kejam
dan tidak mengenal belas kasihan.
d.
Cabul, berarti
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.
Dalam penyiaran
gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan
suara.
Berikut definisinya,
yakni:
a.
Bohong
Bohong menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto,1998:103), adalah
“tidak sesuai dengan bukti dan kebenaran, tidak sesuai dengan kenyataan, dusta;
palsu, bukan asli.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat bohong
adalah berita yang dianggap tidak sesuai dengan bukti dan keaadaan yang
sebenarnya. Seorang wartawan memasukkan sebuah fakta rekayasa hanya karena
untuk melengkapi sebuah berita yang akan disebarkan kepada masyarakat.
b.
Fitnah
Fitnah menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:188), adalah
“pembicaraan yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan pribadi orang
lain tanpa adanya suatu bukti; tuduhan buruk yang dikarang-karang atas
seseorang”.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat fitnah
adalah berita yang bersifat menjatuhkan atau menjelek-jelekkan orang lain tanpa
adanya suatu bukti atau kebenaran.
c.
Sadis
Sadis menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Sigit Daryanto, 1998:485)
adalah “kejam; terlalu yang kejam/bengis; perlakuan melebihi kejahatan manusia
pada umumnya terhadap orang lain”.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berita yang bersifat sadis
adalah pemberitaan yang isinya sangat kejam melebihi kejahatan manusia pada
umumnya terhadap orang lain.
d.
Cabul
Cabul menurut kamus Bahasa Indonesia adalah keji dan kotor, porno,
perbuatan buruk melanggar kesusilaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Depdiknas, Cabul adalah keji dan kotor; tidak senonoh; sangat menjijikan (melanggar
kesopanan, kesusilaan).
Dari uraian di atas, kesimpulannya berita yang bersifat cabul adalah
pemberitaan yang didalamnya terdapat kata-kata yang porno ataupun perbuatan
buruk melanggar kesusilaan. Kata-katanya dianggap vulgar untuk dibaca oleh
masyarakat.
2. Media
Televisi
Pada awal kemunculannya, media
berfungsi mulia, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai keagamaan
yang menjadi landasan moral hidup bermasyarakat hingga sekarang. Seiring
perkembangan zaman, fungsi lain ditemukan, yaitu sebagai alat untuk menyebarkan
informasi. Waktu berlalu dan penyebaran informasi yang tadinya hanya satu arah
berkembang menjadi dua arah, konsumen media dapat memberikan feedback. Media
lalu tumbuh menjadi industri. Kini, ukuran kesuksesan sebuah media dalam
industri adalah kuota iklan, rating dan share. Pada masa inilah, muncul penyimpangan
dalam dunia media,dunia jurnalistik.
Untuk memperoleh kuota iklan,
rating, dan share yang baik, media seringkali melakukan hal yang berlebihan.
Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat pengiklan dan konsumen media.
Sebagai upaya mencegah terjadinya penyimpangan dalam dunia jurnalistik,
dibentuklah sebuah Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Saya akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang melanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.
Saya akan menganalisis beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pers nasional. Kasus tersebut melibatkan para jurnalis dan perbuatannya yang melanggar Kode Etik Jurnalistik serta merugikan konsumen media.
Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.
Rabu, 08 Oktober 2014
Stereotip Dalam Etika dan Filsafat Komunikasi
Filsafat
Komunikasi
FILSAFAT
KOMUNIKASI adalah “SUATU DISIPLIN YANG MENELAAH PEMAHAMAN SECARA FUNDAMENTAL,
METODOLOGIS, SISTEMATIS, ANALITIS KRITIS, DAN HOLISTIS TEORI DARI PROSES
KOMUNIKASI YANG MELIPUTI SEGALA DIMENSI”, Menurut :
• Bidangnya;
• Sifatnya;
• Tatanannya;
• Tujuannya;
• Fungsinya;
• Tekniknya; dan
• Metodenya
Tujuan Komunikasi :
a. Mengubah Sikap (to change the attitude)
b. Mengubah Opinin (to change the opinion)
c. Mengubah Perilaku (to change the behavior)
d. Mengubah Masyarakat (to change the society)
Fungsi Komunikasi :
a. Menginformasikan (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
Teknik Komunikasi :
a. Komunikasi Informatif
b. Komunikasi Persuasif
c. Komunikasi Pervasif
d.Komunikasi Koersif
e. Komunikasi Instruktif
Etika, Nilai dan Norma
Dua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma :
Pertama, Etika Deskriptif;
Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.
Kedua, Etika Normatif;
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Bedanya dari kedua macam etika :
Etika Deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedangkan Etika Normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Jadi dapat dikatakan bahwa etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
• Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari.
• Etika membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan nilai yang terjelma dalam sikap dan perilaku kita yang sangat mewarnai dan menentukan makna kehidupan kita.
diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:39 3 Komentar
Pengantar dan Pengertian Etika
Teori-teori Etika yang akan dibahas dapat menentukan sikap setiap pelaku komunikasi dalam mengambil tindakannya. Diharapkan dengan memahami beberapa teori etika ini setiap pelaku komunikasi bisa mengambil sikapnya sendiri berdasarkan teori-teori etika, dan sebaliknya kita pun bisa memahami mengapa seseorang bertindak
begitu atau begini.
Pengertian Etika :
• ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan.
• Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :
• Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk :Petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
• Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
• Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
• Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
• Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya, moralitas langsung mengatakan kepada kita :
“Inilah caranya Anda harus melangkah”,
Sedangkan etika justru mempersoalkan:
“Apakah saya harus melangkah dengan cara itu” ?
Etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu. Karena Etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru), melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu.Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom.Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.
• Bidangnya;
• Sifatnya;
• Tatanannya;
• Tujuannya;
• Fungsinya;
• Tekniknya; dan
• Metodenya
Tujuan Komunikasi :
a. Mengubah Sikap (to change the attitude)
b. Mengubah Opinin (to change the opinion)
c. Mengubah Perilaku (to change the behavior)
d. Mengubah Masyarakat (to change the society)
Fungsi Komunikasi :
a. Menginformasikan (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
Teknik Komunikasi :
a. Komunikasi Informatif
b. Komunikasi Persuasif
c. Komunikasi Pervasif
d.Komunikasi Koersif
e. Komunikasi Instruktif
Etika, Nilai dan Norma
Dua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma :
Pertama, Etika Deskriptif;
Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.
Kedua, Etika Normatif;
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Bedanya dari kedua macam etika :
Etika Deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedangkan Etika Normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Jadi dapat dikatakan bahwa etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
• Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari.
• Etika membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan nilai yang terjelma dalam sikap dan perilaku kita yang sangat mewarnai dan menentukan makna kehidupan kita.
diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:39 3 Komentar
Pengantar dan Pengertian Etika
Teori-teori Etika yang akan dibahas dapat menentukan sikap setiap pelaku komunikasi dalam mengambil tindakannya. Diharapkan dengan memahami beberapa teori etika ini setiap pelaku komunikasi bisa mengambil sikapnya sendiri berdasarkan teori-teori etika, dan sebaliknya kita pun bisa memahami mengapa seseorang bertindak
begitu atau begini.
Pengertian Etika :
• ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan.
• Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :
• Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk :Petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
• Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
• Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
• Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
• Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya, moralitas langsung mengatakan kepada kita :
“Inilah caranya Anda harus melangkah”,
Sedangkan etika justru mempersoalkan:
“Apakah saya harus melangkah dengan cara itu” ?
Etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu. Karena Etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru), melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu.Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom.Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.
STEREOTIP
DALAM ETIKA KOMUNIKASI
stereotip adalah kepercayaan publik yang diselenggarakan umum tentang kelompok sosial tertentu atau jenis individu. Konsep "stereotipe" dan " prasangka "sering bingung dengan banyak arti yang berbeda lainnya. Stereotip yang dibakukan dan konsep-konsep yang disederhanakan dari kelompok berdasarkan beberapa asumsi sebelumnya. Secara umum, stereotip tidak didasarkan pada kebenaran obyektif melainkan subjektif dan kadang-kadang kandungan bahan-diverifikasi.
Walter Lipman (Jurnalis AS) memetaforakan stereotip sebagai ‘picture in our head’.
Pada saat terjadinya transmisi komunikasi dalam media, pada saat yang sama media mentransmisikan nilai-nilai baik/buruk dan nilai budaya.
Apa yang meyebabkan stereotip itu terjadi ? Louis Alvin Day (2006):
1. Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis & berita).
2. Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang menjadi semacam testimoni/pembuktian.
Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk menyampaikan sebuah kebenaran.
3. Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat eksis dalam sebuah entitas budaya.
Edward hall & Samovar :
Ada 3 hal yang dapat menghalangi munculnya persoalan stereotip :
1. Deontologi, (Immanuel Kant) ; Agama, Filsafat, yang bertujuan mencapai kebenaran.
Sebuah cara ortodoks manusia untuk memahami kehidupan sosial kembali kepada agama (keshalehan individual).
2. Teleologis ; konsep-konsep kearifan lokal
Menekankan pada konsekuensi dari sebuah keputusan, dan cara ini tidak melihat motif penyampaian pesan. Bukan hanya semata-mata dorongan moral (deontologis) tetapi manusia dipandang sebagai pemegang otoritas moral sekalipun ia tidak beragama dan tidak mempunyai filsafat.
3. Pendekatan Golden Mean, dalam hal ini seseorang harus menilai internal dirinya sama bagusnya dengan menilai orang lain. Ada keseimbangan antara individu secara internal & individu lain secara eksternal yang sifatnya sejajar (egaliter). Sehingga tidak memunculkan etika ekslusif.
4. Media literacy, suatu konsep yang dapat memilih secara cerdas pesan-pesan komunikasi & menularkan hal-hal yang baik pada orang lain.
ETIKA
DALAM KONFLIK KEPENTINGAN
Menghindari
konflik kepentingan dalam media dengan standar-standar sbb:
1. Newsworthiness (nilai berita)
2. Etika jurnalistik : membedakan antara fakta dan opini, antara realitas dan faktual.
Gratifikasi dlm jurnalistik:
- prequisites (tambahan penghasilan)
- freebies (gratisan)
Postulat Brent D. Ruben (1982) :
1. Komunikasi kepentingan
2. Komunikasi transaksi, jika tidak terjadi transaksi, komunikasi yang dilakukan hanya sia-sia (wasting time).
ISU NEOLIBERALISME DALAM MEDIA MASSA
1. Newsworthiness (nilai berita)
2. Etika jurnalistik : membedakan antara fakta dan opini, antara realitas dan faktual.
Gratifikasi dlm jurnalistik:
- prequisites (tambahan penghasilan)
- freebies (gratisan)
Postulat Brent D. Ruben (1982) :
1. Komunikasi kepentingan
2. Komunikasi transaksi, jika tidak terjadi transaksi, komunikasi yang dilakukan hanya sia-sia (wasting time).
ISU NEOLIBERALISME DALAM MEDIA MASSA
Neoliberalisme
merupakan suatu pendekatan kebijakan dan sosial ekonomi yang didasarkan pada
teori ekonomi neoklasik yang meminimalkan peran negara dan memaksimalkan sektor
bisnis swasta.
Istilah "neoliberalisme" juga telah digunakan secara luas dalam kajian budaya untuk menggambarkan sebuah paradigma ideologis internasional yang berlaku yang mengarah pada praktek-praktek sosial, budaya, dan politik dan kebijakan yang menggunakan bahasa pasar, efisiensi, pilihan konsumen, berpikir transaksional dan otonomi individu mengalihkan risiko dari pemerintah dan perusahaan ke perorangan dan untuk memperpanjang semacam ini logika pasar ke dunia dan afektif hubungan sosial.
3 karakteristik/ciri-ciri adanya neoliberalisme dalam media massa :
1. Perusahaan-perusahaan multinasional corporation, sebuah kepemilikan institusi internasional.
2. Pengaruh rezim atau otoritas keuangan internasional.
Ex: World Bank & IMF (berpengaruh pada kebijakan moneter & fiskal yang mempengaruhi eksistensi media)
3. Teknologi Komunikasi & Informasi (ICT) yang digunakan secara massive.
Dampak neolib :
1. Intrusi Budaya/pendangkalan budaya ; entitas budaya yg terdiri dari subkultur budaya.
2. Merger antar media
3. Akuisisi ; pembelian saham mayoritas
4. Otonomi budaya lokal, termasuk sastra.
Istilah "neoliberalisme" juga telah digunakan secara luas dalam kajian budaya untuk menggambarkan sebuah paradigma ideologis internasional yang berlaku yang mengarah pada praktek-praktek sosial, budaya, dan politik dan kebijakan yang menggunakan bahasa pasar, efisiensi, pilihan konsumen, berpikir transaksional dan otonomi individu mengalihkan risiko dari pemerintah dan perusahaan ke perorangan dan untuk memperpanjang semacam ini logika pasar ke dunia dan afektif hubungan sosial.
3 karakteristik/ciri-ciri adanya neoliberalisme dalam media massa :
1. Perusahaan-perusahaan multinasional corporation, sebuah kepemilikan institusi internasional.
2. Pengaruh rezim atau otoritas keuangan internasional.
Ex: World Bank & IMF (berpengaruh pada kebijakan moneter & fiskal yang mempengaruhi eksistensi media)
3. Teknologi Komunikasi & Informasi (ICT) yang digunakan secara massive.
Dampak neolib :
1. Intrusi Budaya/pendangkalan budaya ; entitas budaya yg terdiri dari subkultur budaya.
2. Merger antar media
3. Akuisisi ; pembelian saham mayoritas
4. Otonomi budaya lokal, termasuk sastra.
Langganan:
Postingan (Atom)